Masalah  makan dan makanan telah banyak diatur dalam kitab suci Hindu terutama  Bhagavadgita dan Bhagavata purana. Personalitas Tertinggi Tuhan hanya  mau menerima persembahan berupa buah, air, daun, dan bunga dengan tulus  iklhas, bahkan makanan yang sudah di persembahkan kepadaNya, maka  makanan tersebut akan disucikan. Tetapi bila makanan tidak  dipersembahkan lebih dahulu maka dianggap sebagai pencuri atau makan  dosa. Masih dalam Bhagavadgita, makanan dibagi menjadi 3 katagori;  makanan yang satvik, makanan rajasik dan makanan yang tamasika. Jadi  soal makanan dan makan telah diatur dan itu merupakan yadnya. Kenapa  tidak diperkenankan memakan daging? Hal ini jelas untuk mendapatkan  daging kita mesti melakukan pembunuhan terhadap mahluk hidup lain,  demikian juga dalam kitab suci agama lain, pembunuhan merupakan larangan  keras.  Karena semua mahluk hidup adalah saudara-saudara umat manusia  juga. Sri Krishna dalam Bhagavadgita menyatakan ” …….. Akulah ayah yang  memberikan benih kepada semua mahluk hidup….”  Karena karma dan pengaruh  sifat alam (tri guna) yang berbeda maka ia menperoleh badan hewan,  padahal sang roh yang ada di dalamnya adalah sama dengan sang roh dalam  diri kita. Semua mahluk hidup berasal dari sumber yang sama, seperti  dalam Bhagavadgita 15.7 
mamaivamso jiva-loke      jiva-bhutah sanatanah
manah-sasthanindriyani    prakrti sthani karsati
”Mahluk-mahluk  di dunia yang terikat ini adalah bagian percikan yang kekal dari Ku,  mereka berjuang  keras melawan 6 indria termasuk pikiran.”
Orang  hendaknya memperlakukan semua hewan binatang seperti kijang, kera,  tikus, ular, burung-burung dan lalat dengan benar bagaikan putra  sendiri. Betapa kecil sesungguhnya perbedaan antara anak-anak dengan  binatang yang tidak berdosa ini. (Bhagavata Purana 7.14.9)
Seseorang  yang mengaku beragama hendaknya memahami filsafat dasar tersebut, oleh  karena itu haruslah menghormati setiap kehidupan apapun, karena mahluk  hidup juga mendapatkan kesempatan untuk melakukan perjalanan  spiritualnya. Bila mahluk hidup mati dengan alamiah maka ia akan mendapatkan badan material yang lebih tinggi tingkat kesadarannya. Bila  mati oleh karena dibunuh, disemblih maka ia akan kembali menjalani  kehidupan seperti semula. Itulah ajaran dharma yang sejati.
Dengan  tidak melakukan pembunuhan terhadap hewan berarti kita sebenarnya telah  melaksanakan atau menegakkan prinsip dharma. Di zaman Satya-yuga, ada 4  prinsip dharma masih tetap tegakdalam Bhagavata purana dinyatakan : ”tapah saucam daya satyam   iti padah krte krtah…..”  – ada empat tiang dharma yang menyangga tetap berdiri tegaknya dharma  pada zaman Satya Yuga, zaman keemasan, tiang dimaksud adalah 1. Tapah  (pertapaan), 2. Saucam (kebersihan,   kesucian), 3. Daya (karunia,  cinta kasih), 4. Satyam (kejujuran, kebenaran). Namun di zaman sekaran  prinsip dharma itu telah dirongrong oleh 4 prinsip adharma, tiang  penyangga dharma tersebut sudah roboh akibat dirongrong oleh tindakan  adharma.
1. Dyutam(berjudi): kegiatan ini akan menghancurkan satya (kejujuran).  Kegiatan main judi menghancurkan kejujuran di dalam hati orang. Dyuta  artinya tipuan. Dalam permainan judi tidak ada kejujuran. Pemain judi  selalu berusaha mencari kesempatan untuk saling menipu.
2. Panam(mabuk minuman keras): kegiatan ini menghancurkan sifat tapah(pertapaan,  pengendalian diri). Jika orang mengebangkan kebiasaan mabuk-mabukan,  pastilah  tiang Dharma yang amat penting yaitu pertapaan atau  pengendalian diri akan roboh.
3. Striyah (berzinah): kegiatan ini akan menghancurkan saucam  (kesucian badan). Tidak akan ditemui kesucian di dalam hati orang yang  melakukan hubungan kelamin tidak syah. Di samping itu, bukan cerita baru  lagi bahwa penyakit kotor yang berkembang dewasa ini yang pengobatannya  belum ditemukan bisa berjangkit terhadap yang bersangkutan.
4. Suna (membunuh binatang): kegiatan ini menghancurkan daya  (cinta kasih, sifat welas asih). Resi Canaknya mengatakan bahwa sangat  sulit menemukan cinta kasih di damal hati para pemakan daging. Tanpa  karunia dan cinta kasih orang sulit mengembangkan hubungan, bukan hanya  di masyarakat tetapi juga sulit mengembangkan hubungan dengan Tuhan Yang  Maha Esa.
Ajaran Veda sangat menekankan pentingnya pengaturan jenis makanan. Sebab, makanan amat mempengaruhi sifat dan kesadaran orang. Jaisa anna vaisa mana, bagaimana makanan begitulah pikiran. Atau  orang Barat mengatakan “You are what you eat”, Anda adalah apa yang  Anda makan. Dalam Bhagavadgita, makanan dikelompokkan berdasarkan  perbedaan kesenangan orang, yaitu ada makanan jenis kebaikan (sattvam),  makanan jenis kenafsuan (rajas) dan makanan jenis kegelapan atau  kebodohan (tamas). Disebutkan  bahwa makanan yang disukai oleh orang-orang yang mantap di dalam sifat  kebaikan (sattvam) adalah makanan yang memperpanjang usia hidup,  menyucikan kehidupan dan memberikan kekuatan, kesehatan, kebahagiaan dan  kepuasan. Makanan tersebut penuh sari, mengandung lemak yang cukup  bergizi dan menyenangkan hati. Makanan yang disukai oleh orang-orang di  dalam sifat nafsu (Rajas) adalah makanan yang terlalu pahit, terlalu  asam, terlalu asin, panas sekali atau menyebabkan badan menjadi panas  sekali, terlalu pedas, terlalu kering dan berisi terlalu banyak bumbu  yang keras. Makanan seperti itu menyebabkan duka cita, kesengsaraan dan  penyakit. Makanan yang disukai oleh orang-orang yang berada dalam sifat  kegelapan (Tamas) adalah makanan yang disimpan terlalu lama. Makanan yang hambar, basi dan busuk, dan makanan terdiri dari sisa makanan orang lain dan bahan-bahan yang tidak dibenarkan.
Tidak  mengkonsumsi daging termasuk pengendalian diri, mengendalikan lidah,  demikian juga melakukan puasa (upawasa), rasa kasih sayang terhadap  semua mahluk, dengan tidak melakukan kekerasan terhadap semua mahluk,  itulah prinsip sehat spiritual secara universal hal ini akan  mempengaruhi sehat jasmani dan sehat mental. 
Dalam  ajaran Veda (Sanatana Dharma) tersurat banyak sekali perintah-perintah  Tuhan dalam purana dan upanisad. Bagawat-gita (5.8), Khrisna menjelaskan  bahwa kesempurnaan spiritual mulai ketika seseorang dapat melihat  kesamaan semua mahluk hidup, “Orang bijaksana yang rendah diri, dengan  pengetahuan yang murni, melihat dengan pandangan yang sama seorang  brahmana yang terpelajar, seekor lembu, seekor gajah, seekor anjing, dan  pemakan anjing”. Dengan demikian seseorang tidak seharusnya membunuh  mahluk hidup lainnya demi kepuasan indria belaka. Landasan moral dan  sastra Hindu (Veda) tentang vegetarian bahwa semua mahluk dialam semesta  ini adalah merupakan percikan kekal dari Tuhan, bersifat abadi, ada  selamanya, seperti diuraikan dalam Bhagavadgita oleh Sri Krishna sebagai  sumber segala yang ada.
Kitab  suci Weda, menekankan anti-kekerasaan sebagai dasar moral  vegetarianisme. “Tidak ada daging yang diperoleh tanpa menyakiti mahluk  hidup,” demikian dalam Manu-samshita,  “Oleh karena itu biarkan  seseorang menjauhkan diri dari pemakaian daging.”  Pada bagian yang  lain, Manu-samshita memperingatkan, “Setelah dengan baik  mempertimbangkan sumber daging yang memuakkan dan kekejaman dalam  membelenggu dan membantai mahluk hidup, biarkan seseorang berpantang  menyantap daging secara total”. Sri Khrisna juga memerintahkan kita  untuk menerapkan prinsip vegetarian, Beliau bersabda “Persembahkanlah  Aku buah, bunga, daun, air, dengan cinta bakti maka saya akan  menerimanya.” (Bg 9.26). berikutnya “PenyembahKu dibebaskan dari semua  dosa karena mereka memakan makanan yang terlebih dahulu dipersembahkan  untuk yadnya. Yang lainnya, yang menyiapkan makanan untuk kesenangan  pribadi, hanya memakan dosa.”  Makanan yang dipersembahkan kepada Tuhan  lebih dahulu disebut prasadam, mengkonsumsi prasadam berarti memberi makanan rohani kepada tubuh kita. Dengan menyantap prasadam kita akan memperoleh kemajuan rohani dan dapat mengahpuskan karma-karma tertentu pada kehidupan masa lalu.Ahimsa Paramo Dharmah dapat  diartikan sebagai kewajiban suci yang tertinggi, agama atau pelaksanaan  agama yang paling tinggi. Hal ini ditegaskan berkali-kali di berbagai  kitab suci Veda dengan istilah yang sama atau juga dengan istilah yang  berbeda, seperti Ahimsayah pari dharmah Ahimsa laksono dharmah-dharmah Ahimsa parama tapa, Ahimsa parama satya-satya, ini menunjukkan bahwa agama Veda menaruh perhatian yang sangat penting terhadap ajaran anti kekerasan.
Di Bali lontar Vrhaspati Tatva dikenal  sebagai lontar ke-Saiva-an,  ternyata, menurut lontar tersebut, para  Saivaism pun perlu melaksanakan ajaran Ahimsa, tidak membunuh dan tentu  pula tidak memakannya (ahimsa ngaranya tan pamati-mati). Dalam Manu Smrti menyebutkan bahwa “Mamsah”  yang berarti daging pada hakekatnya dinyatakan oleh orang-orang  bijaksana berarti “saya dia” yaitu dia yang dagingnya saya telan dalam  hidup ini. Dia juga akan menelan saya di kemudian hari”. Hal yang sama  juga diakui di dalam kitab Mahabrata “Sekarang dia menelan saya, nanti  saya pun akan dimakannya,” —-mam sa bhaksayate yasmad bhasayaisye tamapyaham.
Agama  Hindu amat mementingkan pengembangan cinta kasih bukan hanya kepada  sesama umat manusia tetapi kepada sesama makhluk hidup.Kesadaran  utama bahwa seluruh dunia adalah sebuah keluarga besar sangat membantu  untuk mengembangkan cinta kasih universal. Itulah puncak cinta kasih di  dunia ini, merupakan landasan penting untuk mengembangkan prema bhakti atau citna kasih rohani kepada Personalitas Tuhan Yang Maha Esa.
Apalagi  tentang sapi, berdasarkan sastra bahwa sapi merupakan salah satu dari  tuju ibu kita, mengapa? Sapi memberikan umat manusia susu yang melimpah  melebihi dari kebutuhan untuk anaknya sendiri. Sapi jantan bekerja untuk  mengolah tanah pertanian. Walapun diperlakukan dengan keras, dipukuli,  dipecut namun sapi tidak pernah marah. Sapi juga memberikan umat manusia  kebutuhan pokok yang disebut pancagawiya lima kebutuah yang  diperlukan manusia; 1. susu. 2. yoghurt, 3. ghee atau minyak sapi dari  susu, digunakan untuk upacara, 4. kencing, dapat dipakai obat, dan 5.  kotorannya, digunakan untuk upacara dan juga untuk bahan obat. Bila sapi  meninggal dengan alamiah maka ia akan mendapatkan badan dengan kwalitas  brahmana kelak. Jadi bila membunuh sapi berarti telah menghambat  kelahiran para brahmana. Demikianlah keagungan sapi dalam ajaran Veda.
Rsi  Bhisma memberi nasehat kepada Yudisthira, bahwa dengan cinta kasih  kepada semua mahluk akan dibebaskan dari rasa takut dari kesulitan yang  paling berat, pikiran yang tenang dan membunuh hewan akan menyebabkan  umur lebih pendekMasalah  makan dan makanan telah banyak diatur dalam kitab suci Hindu terutama  Bhagavadgita dan Bhagavata purana. Personalitas Tertinggi Tuhan hanya  mau menerima persembahan berupa buah, air, daun, dan bunga dengan tulus  iklhas, bahkan makanan yang sudah di persembahkan kepadaNya, maka  makanan tersebut akan disucikan. Tetapi bila makanan tidak  dipersembahkan lebih dahulu maka dianggap sebagai pencuri atau makan  dosa. Masih dalam Bhagavadgita, makanan dibagi menjadi 3 katagori;  makanan yang satvik, makanan rajasik dan makanan yang tamasika. Jadi  soal makanan dan makan telah diatur dan itu merupakan yadnya. Kenapa  tidak diperkenankan memakan daging? Hal ini jelas untuk mendapatkan  daging kita mesti melakukan pembunuhan terhadap mahluk hidup lain,  demikian juga dalam kitab suci agama lain, pembunuhan merupakan larangan  keras.  Karena semua mahluk hidup adalah saudara-saudara umat manusia  juga. Sri Krishna dalam Bhagavadgita menyatakan ” …….. Akulah ayah yang  memberikan benih kepada semua mahluk hidup….”  Karena karma dan pengaruh  sifat alam (tri guna) yang berbeda maka ia menperoleh badan hewan,  padahal sang roh yang ada di dalamnya adalah sama dengan sang roh dalam  diri kita. Semua mahluk hidup berasal dari sumber yang sama, seperti  dalam Bhagavadgita 15.7 
mamaivamso jiva-loke      jiva-bhutah sanatanah
manah-sasthanindriyani    prakrti sthani karsati
”Mahluk-mahluk  di dunia yang terikat ini adalah bagian percikan yang kekal dari Ku,  mereka berjuang  keras melawan 6 indria termasuk pikiran.”
Orang  hendaknya memperlakukan semua hewan binatang seperti kijang, kera,  tikus, ular, burung-burung dan lalat dengan benar bagaikan putra  sendiri. Betapa kecil sesungguhnya perbedaan antara anak-anak dengan  binatang yang tidak berdosa ini. (Bhagavata Purana 7.14.9)
Seseorang  yang mengaku beragama hendaknya memahami filsafat dasar tersebut, oleh  karena itu haruslah menghormati setiap kehidupan apapun, karena mahluk  hidup juga mendapatkan kesempatan untuk melakukan perjalanan  spiritualnya. Bila mahluk hidup mati dengan alamiah maka ia akan mendapatkan badan material yang lebih tinggi tingkat kesadarannya. Bila  mati oleh karena dibunuh, disemblih maka ia akan kembali menjalani  kehidupan seperti semula. Itulah ajaran dharma yang sejati.
Dengan  tidak melakukan pembunuhan terhadap hewan berarti kita sebenarnya telah  melaksanakan atau menegakkan prinsip dharma. Di zaman Satya-yuga, ada 4  prinsip dharma masih tetap tegakdalam Bhagavata purana dinyatakan : ”tapah saucam daya satyam   iti padah krte krtah…..”  – ada empat tiang dharma yang menyangga tetap berdiri tegaknya dharma  pada zaman Satya Yuga, zaman keemasan, tiang dimaksud adalah 1. Tapah  (pertapaan), 2. Saucam (kebersihan,   kesucian), 3. Daya (karunia,  cinta kasih), 4. Satyam (kejujuran, kebenaran). Namun di zaman sekaran  prinsip dharma itu telah dirongrong oleh 4 prinsip adharma, tiang  penyangga dharma tersebut sudah roboh akibat dirongrong oleh tindakan  adharma.
1. Dyutam(berjudi): kegiatan ini akan menghancurkan satya (kejujuran).  Kegiatan main judi menghancurkan kejujuran di dalam hati orang. Dyuta  artinya tipuan. Dalam permainan judi tidak ada kejujuran. Pemain judi  selalu berusaha mencari kesempatan untuk saling menipu.
2. Panam(mabuk minuman keras): kegiatan ini menghancurkan sifat tapah(pertapaan,  pengendalian diri). Jika orang mengebangkan kebiasaan mabuk-mabukan,  pastilah  tiang Dharma yang amat penting yaitu pertapaan atau  pengendalian diri akan roboh.
3. Striyah (berzinah): kegiatan ini akan menghancurkan saucam  (kesucian badan). Tidak akan ditemui kesucian di dalam hati orang yang  melakukan hubungan kelamin tidak syah. Di samping itu, bukan cerita baru  lagi bahwa penyakit kotor yang berkembang dewasa ini yang pengobatannya  belum ditemukan bisa berjangkit terhadap yang bersangkutan.
4. Suna (membunuh binatang): kegiatan ini menghancurkan daya  (cinta kasih, sifat welas asih). Resi Canaknya mengatakan bahwa sangat  sulit menemukan cinta kasih di damal hati para pemakan daging. Tanpa  karunia dan cinta kasih orang sulit mengembangkan hubungan, bukan hanya  di masyarakat tetapi juga sulit mengembangkan hubungan dengan Tuhan Yang  Maha Esa.
Ajaran Veda sangat menekankan pentingnya pengaturan jenis makanan. Sebab, makanan amat mempengaruhi sifat dan kesadaran orang. Jaisa anna vaisa mana, bagaimana makanan begitulah pikiran. Atau  orang Barat mengatakan “You are what you eat”, Anda adalah apa yang  Anda makan. Dalam Bhagavadgita, makanan dikelompokkan berdasarkan  perbedaan kesenangan orang, yaitu ada makanan jenis kebaikan (sattvam),  makanan jenis kenafsuan (rajas) dan makanan jenis kegelapan atau  kebodohan (tamas). Disebutkan  bahwa makanan yang disukai oleh orang-orang yang mantap di dalam sifat  kebaikan (sattvam) adalah makanan yang memperpanjang usia hidup,  menyucikan kehidupan dan memberikan kekuatan, kesehatan, kebahagiaan dan  kepuasan. Makanan tersebut penuh sari, mengandung lemak yang cukup  bergizi dan menyenangkan hati. Makanan yang disukai oleh orang-orang di  dalam sifat nafsu (Rajas) adalah makanan yang terlalu pahit, terlalu  asam, terlalu asin, panas sekali atau menyebabkan badan menjadi panas  sekali, terlalu pedas, terlalu kering dan berisi terlalu banyak bumbu  yang keras. Makanan seperti itu menyebabkan duka cita, kesengsaraan dan  penyakit. Makanan yang disukai oleh orang-orang yang berada dalam sifat  kegelapan (Tamas) adalah makanan yang disimpan terlalu lama. Makanan yang hambar, basi dan busuk, dan makanan terdiri dari sisa makanan orang lain dan bahan-bahan yang tidak dibenarkan.
Tidak  mengkonsumsi daging termasuk pengendalian diri, mengendalikan lidah,  demikian juga melakukan puasa (upawasa), rasa kasih sayang terhadap  semua mahluk, dengan tidak melakukan kekerasan terhadap semua mahluk,  itulah prinsip sehat spiritual secara universal hal ini akan  mempengaruhi sehat jasmani dan sehat mental. 
Dalam  ajaran Veda (Sanatana Dharma) tersurat banyak sekali perintah-perintah  Tuhan dalam purana dan upanisad. Bagawat-gita (5.8), Khrisna menjelaskan  bahwa kesempurnaan spiritual mulai ketika seseorang dapat melihat  kesamaan semua mahluk hidup, “Orang bijaksana yang rendah diri, dengan  pengetahuan yang murni, melihat dengan pandangan yang sama seorang  brahmana yang terpelajar, seekor lembu, seekor gajah, seekor anjing, dan  pemakan anjing”. Dengan demikian seseorang tidak seharusnya membunuh  mahluk hidup lainnya demi kepuasan indria belaka. Landasan moral dan  sastra Hindu (Veda) tentang vegetarian bahwa semua mahluk dialam semesta  ini adalah merupakan percikan kekal dari Tuhan, bersifat abadi, ada  selamanya, seperti diuraikan dalam Bhagavadgita oleh Sri Krishna sebagai  sumber segala yang ada.
Kitab  suci Weda, menekankan anti-kekerasaan sebagai dasar moral  vegetarianisme. “Tidak ada daging yang diperoleh tanpa menyakiti mahluk  hidup,” demikian dalam Manu-samshita,  “Oleh karena itu biarkan  seseorang menjauhkan diri dari pemakaian daging.”  Pada bagian yang  lain, Manu-samshita memperingatkan, “Setelah dengan baik  mempertimbangkan sumber daging yang memuakkan dan kekejaman dalam  membelenggu dan membantai mahluk hidup, biarkan seseorang berpantang  menyantap daging secara total”. Sri Khrisna juga memerintahkan kita  untuk menerapkan prinsip vegetarian, Beliau bersabda “Persembahkanlah  Aku buah, bunga, daun, air, dengan cinta bakti maka saya akan  menerimanya.” (Bg 9.26). berikutnya “PenyembahKu dibebaskan dari semua  dosa karena mereka memakan makanan yang terlebih dahulu dipersembahkan  untuk yadnya. Yang lainnya, yang menyiapkan makanan untuk kesenangan  pribadi, hanya memakan dosa.”  Makanan yang dipersembahkan kepada Tuhan  lebih dahulu disebut prasadam, mengkonsumsi prasadam berarti memberi makanan rohani kepada tubuh kita. Dengan menyantap prasadam kita akan memperoleh kemajuan rohani dan dapat mengahpuskan karma-karma tertentu pada kehidupan masa lalu.Ahimsa Paramo Dharmah dapat  diartikan sebagai kewajiban suci yang tertinggi, agama atau pelaksanaan  agama yang paling tinggi. Hal ini ditegaskan berkali-kali di berbagai  kitab suci Veda dengan istilah yang sama atau juga dengan istilah yang  berbeda, seperti Ahimsayah pari dharmah Ahimsa laksono dharmah-dharmah Ahimsa parama tapa, Ahimsa parama satya-satya, ini menunjukkan bahwa agama Veda menaruh perhatian yang sangat penting terhadap ajaran anti kekerasan.
Di Bali lontar Vrhaspati Tatva dikenal  sebagai lontar ke-Saiva-an,  ternyata, menurut lontar tersebut, para  Saivaism pun perlu melaksanakan ajaran Ahimsa, tidak membunuh dan tentu  pula tidak memakannya (ahimsa ngaranya tan pamati-mati). Dalam Manu Smrti menyebutkan bahwa “Mamsah”  yang berarti daging pada hakekatnya dinyatakan oleh orang-orang  bijaksana berarti “saya dia” yaitu dia yang dagingnya saya telan dalam  hidup ini. Dia juga akan menelan saya di kemudian hari”. Hal yang sama  juga diakui di dalam kitab Mahabrata “Sekarang dia menelan saya, nanti  saya pun akan dimakannya,” —-mam sa bhaksayate yasmad bhasayaisye tamapyaham.
Agama  Hindu amat mementingkan pengembangan cinta kasih bukan hanya kepada  sesama umat manusia tetapi kepada sesama makhluk hidup.Kesadaran  utama bahwa seluruh dunia adalah sebuah keluarga besar sangat membantu  untuk mengembangkan cinta kasih universal. Itulah puncak cinta kasih di  dunia ini, merupakan landasan penting untuk mengembangkan prema bhakti atau citna kasih rohani kepada Personalitas Tuhan Yang Maha Esa.
Apalagi  tentang sapi, berdasarkan sastra bahwa sapi merupakan salah satu dari  tuju ibu kita, mengapa? Sapi memberikan umat manusia susu yang melimpah  melebihi dari kebutuhan untuk anaknya sendiri. Sapi jantan bekerja untuk  mengolah tanah pertanian. Walapun diperlakukan dengan keras, dipukuli,  dipecut namun sapi tidak pernah marah. Sapi juga memberikan umat manusia  kebutuhan pokok yang disebut pancagawiya lima kebutuah yang  diperlukan manusia; 1. susu. 2. yoghurt, 3. ghee atau minyak sapi dari  susu, digunakan untuk upacara, 4. kencing, dapat dipakai obat, dan 5.  kotorannya, digunakan untuk upacara dan juga untuk bahan obat. Bila sapi  meninggal dengan alamiah maka ia akan mendapatkan badan dengan kwalitas  brahmana kelak. Jadi bila membunuh sapi berarti telah menghambat  kelahiran para brahmana. Demikianlah keagungan sapi dalam ajaran Veda.
Rsi  Bhisma memberi nasehat kepada Yudisthira, bahwa dengan cinta kasih  kepada semua mahluk akan dibebaskan dari rasa takut dari kesulitan yang  paling berat, pikiran yang tenang dan membunuh hewan akan menyebabkan  umur lebih pendek