Hidup Vegetarian

Vegetarisme, suatu cara hidup yang mulai berkembang di dunia barat, merupakan tantangan pisik, mental maupun Rohani bagi mereka yang akan melaksanakannya. Ada banyak alasan untuk menjadi vegetaris, tetapi alasan yang mendorong pengikut Jalan Para Suci adalah untuk menghindari perbuatan yang dapat menghambat kemajuan rohaninya. Para Satguru tidak pernah melakukan penyiksaan diri atau disiplin kekerasan tanpa alasan. Itu merupakan salah satu sifat yang membedakan mereka dari sekian banyak macam yogi. Para Satguru menekankan bahwa setiap orang harus memperhatikan kesehatan tubuhnya disamping kesehatan pikiran dan jiwanya. Mereka selalu mengatakan bahwa kita wajib untuk memelihara agar tubuh bersih, sehat dan memperoleh makanan yang cukup. Walaupun demikian, kesejahteraan jiwa merupakan hal yang paling utama.
“Bila kita mempraktekkan meditasi, tetapi kita tidak bervegetaris, maka hasil yang akan diperoleh akan habis pada saat yang sama. Itu merupakan persoalan karma. Sesuai dengan jumlah elemen atau unsur yang terdapat di dalam masing-masing kelompok, kita dapat membagi seluruh alam semesta ini ke dalam lima kelompok. Unsur-unsur itu adalah air, tanah, udara, api dan eter atau akasha. Semua jenis tumbuh-tumbuhan termasuk ke dalam golongan yang pertama, karena ia hanya mengandung salah satu dari kelima unsur yaitu air. Jenis serangga, ular dan binatang berbisa yang hidup di bawah tanah termasuk ke dalam golongan yang kedua, di mana ada dua unsur yang aktif, yaitu tanah dan api. Dalam kelompok ketiga termasuk semua mahluk yang bertelur seperti misalnya burung yang mempunyai tiga unsur aktif yaitu air, api dan udara. Kelompok keempat mencakup semua hewan di mana semua unsurnya aktif kecuali eter atau akasha, yaitu unsur kepandaian.
Manusia, yang memiliki kelima unsur itu secara lengkap, merupakan ciptaan yang tertinggi. “Di dalam dunia ini, di mana-mana terjadi pembunuhan, Karena tanpa membunuh, tak satu pun mahluk yang dapat hidup disini. Sewaktu kita bernafas, kita membunuh; sewaktu kita minum segelas air, kita membunuh; sewakti kita berjalan, kita menginjak begitu banyak serangga. Di sini kehidupan yang satu harus ditunjang dengan kehidupan yang lain, tetapi para suci menyarankan bahwa kita harus mengumpulkan sesedikit mungkin beban pembunuhan selagi kita hidup di sini. Karena kita telah mempunyai begitu banyak beban dan simpanan karma, kita harus berusaha untuk mengurangi beban itu – dan bukan menambahnya.
Misalkan, bila kita harus mengangkut beban seberat delapanpuluh pon, kita hampir-hampir tidak dapat berjalan, untuk berdiri tegakpun sudah sulit. Tetapi bila kita hanya menyandang sehelai kain, kita dapat berlari. Demikian juga, beban karma yang kita peroleh dari membunuh burung dan hewan untuk kita makan adalah jauh lebih berat daripada bila kita membunuh sayur-sayuran. Itu bukan berarti bahwa kita tidak membunuh, persoalannya adalah dari jenis kehidupan mana mahluk yang kita makan itu tergolong. Bahkan di dalam dunia ini hukum itu juga berlaku. Karena bila kita memetik bunga dari kebun orang lain, paling-paling kita hanya akan mendapat teguran. Tetapi bila kita membunuh seseorang, kita akan dipenjarakan seumur hidup atau di hukum mati. Begitupun juga, karma yang kita kumpulkan dari memakan sayur mayur selama satu tahun penuh dapat di imbangi dengan meditasi selama satu hari. Tetapi, bila kita sebaliknya membunuh mahluk-mahluk yang lebih tinggi dalam jumlah yang banyak untuk makanan kita, tetapi kita juga melakukan meditasi, maka apaun yang kita peroleh, itu akan hilang lagi. Neracanya akan tetap seimbang, sehingga meditasi kita sama sekali tidak memberikan manfaat. Dan bila kita tidak melakukan meditasi dan tetap menambah hutang karma, maka kita tidak akan dapat menanggungnya, kita tidak akan dapat memikulnya sehingga kita akan datang lagi ke dunia ini berulang kali.
Para Satguru selalu menegaskan bahwa kita harus berusaha untuk meninggalkan dunia ini, karena kita tidak patut untuk hidup di sini, yaitu tempat dimana mahluk yang satu harus membunuh mahluk yang lain guna kelangsungan hidupnya. Tetapi bila tujuan hidup kita adalah Pengenalan akan Tuhan, maka tentu saja kita akan menjadi vegetaris selagi hidup disini.
Ada yang bertanya kepada Satguru: “Bagaimana kita dapat menerangkan tentang vegetarisme kepada orang-orang yang mengatakan ‘Mengapa kita tidak boleh memakan daging bila yang membunuhnya adalah orang lain, bila bukan saya sendiri yang membunuhnya?’”“Itu merupakan persoalan permintaan dan pengadaan,”. Bila seluruh penduduk kota pada suatu hari memutuskan untuk tidak membeli daging di pasar, maka keesokan harinya tidak akan ada yang menjual daging. Bila kita memerlukan, itu akan disediakan. Hewan-hewan di bunuh karena kita menganjurkan pembunuhan itu.
Sebenarnya, pertanggungan jawab kita atas pembunuhan itu adalah sama seperti kita sendirilah yang membunuhnya. Kita menganjurkan orang lain untuk membunuh bagi kita, kita mendorong mereka; kita ikut bersekongkol di dalam pembunuhan itu. Alasan untuk tidak makan daging adalah bahwa telur dan daging binatang termasuk daging ikan, unggas dsb, dapat menghambat kemajuan rohani seseorang. Membunuh akan mengeraskan hati dan menimbulkan hutang karma yang berat. Burung, unggas, ikan dsb yang kita bunuh untuk kita makan itu tidak ingin mati. Alangkah mengibakan mereka menangis dan menjerit bilamana kita menangkap mereka untuk disemblih. Karena mereka dapat merasakan sakit dan senang, maka Tuhan Yang Maha Kasih, yaitu Bapa kita tetapi juga Bapa mereka, tentu akan memanggil kita untuk mempertanggung-jawabkan penyemblihan yang biadab itu.
Hukum Tuhan adalah maha adil. Satu pertanyaan lagi, bagaimana orang dapat mencegah masuknya pikiran jahat ke dalam benaknya? Suatu niat jahat menjadikan kita risau, itu harus dihilangkan dengan jalan bermeditasi. Mempelajari buku-buku yang baik juga menolong. Makanan sangat mempengaruhi pikiran kita. Makanan kita haruslah satwika (bergizi). Ia tidak boleh mengganggu, merangsang maupun menstimulir. Orang yang masih muda harus memperhatikan makanannya secara khusus. Coba hentikan menegak minuman keras dan memakan hewani seperti daging, telur dan ikan selama sebulan sebagai percobaan dan amatilah bagaimana hasilnya. Makanan satwika adalah makanan yang menghasilkan ke tentraman, kedamaian dan ketenangan pikiran.
Seorang bakta yang menyebrangi Jalan Rohani menjadi sangat sensitive dan peka terhadap perubahan yang bagaimanapun kecilnya. Penambahan sedikit saja makanan non-satwika atau makanan yang merangsang, yang meskipun itu dimakan sebagai akibat dari suatu kesalahan atau ketidak sengajaan, akan cenderung untuk menyebabkan vriti-vriti (suasana pikiran yang selalu berubah) rajasik (gelisah) dan tamasik (yang bertalian dengan kemalasan dan kebodohan). Satwam, Rajas dan Tamas adalah ketiga Guna atau sifat memerintah suatu benda atau energi. Ketiganya merupakan factor yang kuat dalam penciptaan dunia. Satwam adalah penguasa Pencipta. Rajas menunjang serta memliharanya, dan Tamas adalah penguasa penghancuran. Di dunia ini, di mana-mana anda akan melihat kerja ketiga penguasa itu.
Mitologi Hindu menamakannya Brahma, Wisnu dan Siwa. Brahma adalah pencipta, Wisnu adalah pemelihara. Ia mengadakan pangan bagi dunia. Siwa adalah Pemusnah, malaikat dari kiamat dan penghancuran. Ketiga dewa tersebut membentuk Trinitas Hindu, yang mengatur semua urusan dunia ini. Dalam setiap atom dan partikel, anda dapat menjumpai ketiga guna ini bekerja. Perbedaan dalam kombinasi akan menimbulkan perbedaan dalam bentuk serta sifat dari benda. Perbedaan itu merupakan sebab dari semua perubahan yang dialami oleh benda. Pada umumnya, pada setiap benda ada salah satu di antara ketiga Guna itu yang menonjol, dan itu memberi cirri-ciri yang khas. Yang lainnya menempati posisi yang lebih rendah dan tinggal dalam keadaan yang tidak aktif. Sifat-sifat itu adalah ketenangan, aktivitas, dan kelambanan.
Orang-orang yang satwamnya menonjol, mempunyai sifat periang, pandai dan cinta damai. Sifat Rajas adalah aktif, selalu berusaha dan gelisah. Tamas adalah orang-orang yang malas, bebal dan bodoh. Seperti yang telah saya katakana tadi, pikiran kita menerima sifat-sifat dari makanan yang kita santap. Mereka yang menyantap makanan hewani akan memperoleh sifat-sifat kebinatangan yaitu kejam dan senang membunuh. Makanan satwika meghasilkan ketenangan, ketentraman dan kasih. Beberapa di antara makanan satwika adalah gandum, juwawut, beras, tauge, susu, mentega, sayur mayur dan buah-buahan yang mudah dicerna. Bahkan makanan satwika, bila dimakan terlalu banyak, akan menjadi tamas. Jumlah makanan tidak boleh terlalu banyak maupun terlalu sedikit.
Makanan tidak boleh membuat orang susah buang air atau merasa terlalu kenyang dan tak boleh menimbulkan perasaan mual. Masing-masing individu harus dapat menentukan apa yang cocok bagi dirinya sendiri dan berapa banyak. Bagi orang-orang Eropa dan Amerika, jika mereka berpantang makan daging dan minuman keras, itu saja sudah cukup. Seorang praktikan Rohani harus menhindari makanan Rajasik dan Tamasik. Mengapa demikian, itu mudah dimengerti.
Daging menjadikan kita kejam dan sering marah-marah. Makanan yang basi menjadikan orang malas dan lamban. Makanan yang sederhana dalam jumlah yang tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit akan menjadikan kita berpikir jernih, tenang, aktif serta gesit. Seorang Sadhu (seorang praktikan yang setelah menyelesaikan tugas-tugas duniawinya menjadikan Penghayatan akan Tuhan sebagai tujuan utamanya) tidak boleh makan lebih dari dua kali sehari - lebih baik bila hanya satu kali. Perut yang terisi terlalu penuh merupakan rintangan yang besar bagi latihan rohani. Anggapan bahwa banyak makan akan menghasilkan tenaga yang lebih besar adalah keliru. Sebenarnya, kita makan jauh lebih banyak dari yang diperlukan dan lebih sering dari yang seharusnya. Orang yang doyan sekali makan, sukar untuk menjadi Abhyasi (praktikan rohani) yang baik.
Makanan vegetarian dapat dikatakan sebagai makanan pemberian Tuhan. Banyak agama yang meneguhkan vegetarianisme sebagai konsep spiritualnya, walaupun ada juga kebudayaan yang menjadikannya sebagai patokan moral kehidupan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar